Mumpung masih April, saya mau ikutan ngomong soal perempuan dan emansipasi, ah. Tapi kali ini agak lebih spesifik dan agak curhat (nggak apa-apa kan ya sodara sodari? :D)
Banyak orang mengaitkan perempuan dengan kecerobohan (atau kengawuran) dalam hal berkendara di jalanan. Bahkan banyak meme tentang hal ini. Beberapa di antaranya:
sumber |
sumber |
Saya sendiri pun sering mengalami hal ini. (Nah, curhatnya dimulai :p)
Walaupun saya belum menjadi seorang anak jalanan, eh maksudnya, pengendara di jalanan, tapi saya cukup sering mendengar komentar tentang perempuan yang berkendara. Komentar yang sering saya dengar biasanya dari Papa, misalnya, “Wah, wedhok ki mesthi!” (Wah, cewek ini pasti!). Komentar itu biasanya terlontar ketika ada kendaraan yang nggak jelas mau ke kanan atau ke kiri alias terlalu di tengah, atau kendaraan yang tiba-tiba belok tanpa lampu sein, atau kendaraan yang lama jalannya di lampu merah, atau kendaraan yang parkirnya kurang minggir. Komentar itu sering terlontar bahkan ketika Papa nggak lihat yang berkendara itu perempuan atau laki-laki. Itulah yang disebut stereotip. Semakin saya dewasa, ternyata stereotip bahwa perempuan suka berkendara ngawur ternyata nggak cuma terlontar dari Papa saya, tapi juga beberapa teman laki-laki saya.
Ternyata, stereotip macam ini nggak cuma di sekitar saya saja, tapi bahkan ada di beberapa negara! Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa memang perempuan memiliki kemampuan spasial yang cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki (semoga saya nggak salah. Untuk lebih jelasnya, silakan baca di sini. Maafkan saya yang malas merangkumkannya untuk Anda :p)
Berdasarkan pengalaman saya, stereotip itu tidak menjadikan perempuan lebih ahli dalam berkendara. Sebaliknya, ucapan-ucapan macam itu malah menurunkan efikasi diri para perempuan. (Baiklah, ini saya curhat lagi :p)
Mendengar komentar semacam itu sejak kecil membuat saya kini tidak mudah percaya pada kemampuan saya sendiri soal berkendara. Persepsi bahwa “saya tidak bisa” sepertinya sudah mengakar dalam diri saya, dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah diubah. Mungkin, hal ini tidak hanya terjadi pada saya, tapi juga pada perempuan-perempuan lain. Mungkin.
Hal lain yang membuat saya tambah jengkel adalah komentar Papa untuk saya di lain kesempatan. Suatu kali, ketika sedang tidak di jalanan, Papa berkata pada saya, “Mbok berani gitu lho nyetir, masak gitu aja nggak berani, kan udah belajar.” Sementara sesaat kemudian ketika Papa menyetir, komentar, “Wah wedhok iki mesthi! Gombal!”, kembali terucap.
Saya pun cuma bisa melongo. Dalam hati saya bilang, “Dhuh Gusti… Pa, anak wedhokmu ini nggak berani kan juga karena komentarnya Papa ituuuuu…” #tepokjidat
Sebenarnya nggak salah juga komentar macam itu terlontar, toh memang orang yang berkendara itu salah. Toh memang hal itu sangat menyebalkan. Toh seringkali saya juga misuh-misuh kalau ada yang berkendara secara ngawur di jalanan. Ya, namanya juga meluapkan perasaan.
Tapi percayalah, komentar stereotip macam itu hanyalah emotional focused coping, alias cuma berguna bagi meredanya perasaan kesal kita saja. Komentar stereotip macam itu (mungkin) tidak menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya. Komentar stereotip macam itu tidak membuat keadaan (para perempuan) bertambah baik.
Lalu, bagaimana caranya supaya keadaan bertambah baik?
Nah, soal ini saya juga masih bertanya-tanya, termasuk pada diri saya sendiri. Hehehe... :D
Tetap semangat, para perempuan!
Baik laki-laki maupun perempuan, tetap berhati-hati dalam berkendara yaaa! :D
Sabtu, 30 April 2016
seorang nebenger,
Vania
I could not say any word again except I totally agree with you. Tapi Bagaimanapun sih, realita itu ada dan terjadi. Someone said, soal ini bisa jadi sebuah komedi yang lucu untuk diceritakan karena hampir semua orang mengalami / melihatnya. Tapi di sisi lain ini bisa jadi bumerang. Apalagi kalau sampai pemuja kaum feminis sampai tersinggung. hehe
BalasHapusAnd as a girl who drive solo everywhere, aku sedang berusaha keras mematahkan stigma itu. Ya.. Walau dulu beberapa kali nyelonong masuk bus way sih.
Have a nice day, dear Vania. Wish we could meet each other sooner.