selain cerita si bintang

26 November 2014

super lovely family

Minggu, 23 November 2014 mama dan papa saya kembali terbang ke Jakarta. 
Senin, 24 November 2014 papa menjalani tindakan medis, yakni dipasang ring. 
Ya, setelah tujuh tahun lalu dioperasi by-pass, bulan Agustus lalu saat saya di Filipina, papa saya sesak napas lagi dan harus dirawat inap. Beberapa waktu kemudian, papa dikateter dan beberapa kali sesak napas sampai harus dirawat inap lagi. Setelah periksa lagi ke Jakarta, akhirnya diputuskanlah bahwa papa harus dipasang ring.

Ketika kemarin Minggu mama papa ke Jakarta, saya bilang ke kakak di grup WA Keluarga Esnawan, “kak, shift-shiftan kita yak”. Maklumlah, saya nggak bisa ikut ke Jakarta karena masih ada kerjaan yang harus digarap, dan kakak yang memang sudah tinggal di sana harusnya bisa lah nemenin mama papa. Setelah saya ngirim itu, saya terus “mak tratap” sendiri. Saya dan kakak bisa shift-shiftan, tapi mama nggak mau. Bisa sih sebenarnya, tapi mama nggak mau aja gitu. Mama rela ninggalin kerjaan kantor yang setumpuk. Sebagai seorang akuntan, akhir tahun adalah waktunya lembur-lembur, tapi toh mama rela ninggalin itu semua demi nemenin papa berobat.

Ya, inilah yang dinamakan cinta, mungkin. Cinta itu butuh pengorbanan, men! #eaaa

Sebagai seorang anak, saya merasa seringkali nggak berbakti. Akhir-akhir ini saya jarang di rumah, kek bang toyib, soalnya banyak kerjaan. Meski gitu, mama papa nggak protes dan nggak ngelarang saya. Tinggal saya yang seringkali merasa berdosa, meski terus dilanjutin juga sih #selftoyor

Puji Tuhan, kemarin hari Selasa, 25 November 2014 papa sudah boleh keluar dari rumah sakit. Rencananya hari ini mereka akan kembali ke Jogja, semoga ya :)

Saya merasa bersyukur terlahir di keluarga ini. Mungkin keluarga saya nggak berkelimpahan, nggak punya rumah mewah *soalnya sawahnya udah jadi rumah*, nggak punya gadget-gadget bagus… Mungkin juga seringkali ada marah-marah di keluarga saya, entah papa ke saya, mama ke papa, saya ke kakak, kakak ke saya, saya ke papa, tapi toh kami sering banget ngakak bareng. Keluarga saya mungkin juga bukan keluarga yang sempurna menurut orang lain, tapi saya nggak pengen menukar keluarga saya dengan apapun, dengan keluarga kerajaan sekalipun. I am happy with my family. *kemudian muter sontreknya Keluarga Cemara*

Semoga papa dan mama dan kakak gendut selalu sehat, selalu bahagia dan kita bisa ngekek-ngekek terus! Semoga Tuhan juga selalu memberkati kita berempat yaaa :)

Thanks for always being super lovely family, mama, papa, kakak gendut! :*

one of my big bro's bday :3

two years ago. potong kuenyaaaa :D



Rabu, 26 November 2014
ulang tahun perkawinan mama-papa ke 27 tahun :)



nok - nonik - dek - ndut - vania

23 November 2014

a little note when I'm growing

Sekarang saya baru benar-benar percaya bahwa kuliah di psikologi bikin saya makin mengenal diri saya dan merupakan salah satu metode “berobat jalan” yang manjur. Saya sadar bahwa saya punya kebutuhan untuk merasa dibutuhkan. I feel anxious when I feel that I am useless. Saya sadar bahwa saya takut ketika orang tidak lagi memperhatikan saya, ketika ada orang lain yang saya rasa bisa menggantikan posisi saya. Kemudian saya akan tidak menyukai orang itu, karena saya jadi cemas ketika ada orang itu, bahkan sekedar membayangkannya. Di satu sisi, hal itu adalah sesuatu yang wajar. Well, manusia memang selalu digerakkan oleh kebutuhannya, begitu bukan, Om Murray? Tapi di sisi lain, saya merasa saya nggak boleh melakukan itu. Saya nggak boleh su’udzon kayak gitu. Saya nggak boleh benci orang itu, toh dia nggak salah apa-apa sama saya. Saya nggak boleh merasa diri nggak berharga. Dan masih ada rentetan “saya nggak boleh” lainnya. Saya sadar dan saya tahu kalau hal itu nggak boleh, setidaknya menurut saya. Alasannya sederhana. Biar saya bikin dalam bentuk dialog supaya lebih gampang.

“Emang kenapa kamu nggak suka sama dia?”
“Soalnya dia narik perhatian orang-orang di sekitarku, yang biasanya merhatiin aku.”
“Terus kenapa? Itu salah?”
“Ya enggak sih, tapi kan aku jadi nggak digagas, nggak disapa, nggak diruhke
“Terus kenapa?”
“Ya kan aku merasa nggak berharga…”
“Jadi itu yang ngerasa siapa?”
“A… aku…”
“Jadi dia itu salah nggak?”
“Mmmm… ya enggak sih… tapi………”
“Tapi kenapa?”
“Tapi aku tetep nggak suka sama dia!”
“Lah? Kenapa kamu nggak suka sama dia?”
“Soalnya … soalnya semua omongan sekarang jadi tentang dia!”
……………. #rauwisuwis


Saya sepenuhnya sadar bahwa ini masalahnya ada di saya sendiri. But it’s not easy to be “calm” like that. Percayalah, kawan-kawan, tidak semudah itu untuk bilang “semua kan baik-baik saja” pada orang yang merasa itu sangat tidak baik-baik saja. Nggak mudah bagi saya untuk mencoba mengenal satu orang, kalau perasaan saya masih nggak enak sama dia. Mirip lah sama ketika kita bilang bahwa duren itu heavenly yummy sama orang yang baru cium bau duren aja udah muntah. Mungkin hal ini terdengar lebay dan nggak berperiketemanan. I’ve tried it, tapi yo ra gampang bro.

Saya juga baru sadar bahwa mungkin inilah salah satu alasan utama kenapa saya selama ini sibuk sana sini. Saya golek kanca. Saya cari di mana saya lebih merasa bahwa saya lebih dibutuhkan. Meski tampaknya nggak sangat baik motivasinya, tapi tampaknya ada hal-hal baik dari motivasi ini. *nah lho defense* :p

Terus kowe arep piye yen wis ngerti ngene? Ya, itulah PR saya. Itulah kenapa saya masih “berobat jalan” dan belum lulus dari psikologi.
Emang kamu yakin bakal bisa “sembuh” dari hal ini? Well… I’m not that sure. Karena yang namanya kebutuhan itu nggak bisa seratus persen hilang, setau saya sih. Tapi kebutuhan itu bisa menjadi rendah dan mungkin tertutupi dengan kebutuhan lain yang lebih tinggi. Menurut saya, kebutuhan itu juga dipicu dengan tekanan tertentu, dan mungkin sekarang memang masanya saya menjadi “lebih perempuan” dibanding biasanya, makanya kenapa hal “kecil” kayak gini dibahas.

Yang bisa saya lakukan saat ini, untuk meringankan gejala ini adalah “counter attack”. Saya berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya istimewa, saya berharga, saya nggak sendirian, saya adalah seseorang yang punya nilai baik. Sekali lagi, bagi saya, ini bukanlah hal yang mudah, apalagi di tengah ayunan (baca: mood swing) begini. Maka ketika ada seorang sahabat yang tiba-tiba bilang, “Kalau butuh bantuan bilang ya, siapa tau saya bisa bantu” tanpa saya kasih kode atau bilang apapun padanya, saya merasa terharu. I realized that I will never walk alone, even I feel like I’m the loneliest person in the world. #lebayatun

Jujur, sampai ketika saya menulis postingan ini, saya masih ragu mau mosting ini nggak ya. Saya cemas kalau nanti orang memandang saya aneh. Saya cemas nanti teman-teman saya malah ninggalin saya setelah baca ini. Tapi saya juga tahu bahwa saya perlu memberitahu orang lain tentang diri saya, supaya relasi kita makin baik gitu coy. Saya juga percaya bahwa “mengorek luka” dan mengakui diri adalah salah satu proses menjadi manusia yang lebih baik lagi, secara khusus menjadi manusia yang lebih sehat mental.
 
*berdoa*

so trueeeee!



Hasil ngaca (baca: refleksi)
Quality time with myself
Sunday evening, 11-23-2014


*vania*

namanya juga pelayanan

beberapa tahun belakangan ini, mama papa saya punya "anak" baru, namanya Karisma. mama papa saya punya kelompok gitu, semacam koor dan juga penyewaan sound system. ketika diminta ngisi suatu acara, mama papa nggak pakai kata "job", tapi "pelayanan". disebut pelayanan karena mama papa nggak pernah pasang tarif.

namanya juga pelayanan, ada senengnya, ada enggaknya.
sejauh pengamatan dan pengalaman saya, beberapa hal yang bikin seneng adalah pelayanan ke mana-mana, dari mulai keliling ke gereja-gereja di Jogja, sampai sering ke Wonogiri. terus juga kenal dan ketemu berbagai macam orang, juga romo, bruder, frater dan suster, sampai keluarga-keluarga yang akhirnya secara rutin mengundang Karisma. 

kalau enggak senengnya juga ada banyak. salah satunya baru terjadi hari ini. hari ini seharusnya ada pelayanan manten di salah satu gereja. manten itu juga minta dibikinin buku dan waktu itu, ketika mama lagi nganterin papa periksa di Jakarta, orang itu sangat ngejar-ngejar untuk bukunya cepet jadi. saya pun dikejar-kejar mama untuk bikin teks manten dan kirim ke mereka. hari ini, sound system sudah dipasang di gereja itu, tapi tiba-tiba ada kelompok koor lain yang sudah disiapkan sama si manten. untung, hari ini mama dan papa nggak ikut pelayanan karena ke Jakarta. coba ikut, kan pasti jengkel dan malah bisa memperburuk keadaannya papa. akhirnya, semua pun diangkut pulang dan nggak jadi pelayanan. bukannya senang, hati malah jadi gamang #heyitrhymes

tapi ya namanya juga pelayanan coy, nggak semua hal yang kita lakukan berkenan untuk orang lain. dan ini adalah hal yang sangat amat wajar dalam hidup kita secara umum. nggak semua hal bisa berjalan sesuai rencana kita.

meski beberapa kali menemui hal yang kurang menyenangkan selama pelayanan, tapi mama dan papa toh tidak pernah sekalipun berniat membubarkan si Karisma ini. orang mungkin heran, kenapa mau-maunya ngelakuin beginian. menurut saya, jawabannya cuma satu: passion. dan semoga passion ini juga menggerakkan teman-teman sekalian! :)

mottonya super sekali!

thanks Mother Teresa :)


Minggu, 23 November 2014

vania

05 November 2014

everyone has their own part

... suatu saat jika ada orang lain yang menggantikanmu,
itu bukan karena kamu tidak lagi istimewa.
hanya saja, setiap orang punya bagiannya masing-masing.
dan mungkin saja, saat itu, bagianmu sudah habis ...

tenanglah. tersenyumlah. 
mungkin ini saatnya kamu harus mengambil bagianmu yang lainnya.




#NoteToMySelf
reflecting about "post power syndrome"


*vania*