selain cerita si bintang

23 Desember 2014

Berubah itu Berbuah

Apapun yang kita lakukan tidak mungkin menyenangkan semua orang, pasti ada orang-orang yang mendukung, tapi pasti juga ada orang-orang yang menentang kita. Hal itu sangatlah wajar dan sepertinya sudah menjadi salah satu hukum universal di alam semesta ini.

Kita pasti pernah menjumpai satu orang yang dijadikan “musuh bersama” karena tingkah laku atau sifatnya yang begitu menyebalkan. Terkadang, disadari atau tidak, kita sendirilah orang itu. Ketika SD, saya pernah merasakan ada di posisi tersebut. Saya dijauhi dan diejek teman-teman sekelas saya, tapi saya tidak tahu mengapa saya diperlakukan demikian. Kejadian itu begitu membekas bagi saya dan mempengaruhi hidup saya hingga kini. Saya menjadi orang yang enggan untuk memulai berhubungan dengan orang lain, karena takut ditolak. Saya enggan menyapa orang lain terlebih dahulu. Saya seringkali memilih untuk diam dan menyendiri.

Begitu pula ketika saya jalan-jalan bersama beberapa teman kemarin. Suasana begitu ceria, tapi saya tidak sepenuhnya menikmati hal itu. Saya merasa asing. Saya merasa sendirian. Sampai ketika beberapa teman bermain-main dan berfoto bersama, saya memutuskan untuk bergabung bersama mereka. Saya memutuskan untuk tidak menunggu ajakan dari mereka, tapi saya mengajukan diri untuk bergabung dengan mereka. Ketakutan bahwa saya akan ditolak pun ternyata tidak terbukti. Saya sadar bahwa ketika kita tidak bisa mengubah keadaan atau mengubah orang lain, kita perlu bercermin karena jangan-jangan kitalah yang perlu berubah. Dalam hal ini, saya menjadi sadar bahwa tidak ada salahnya ketika mencoba memulai menyapa orang lain lebih dulu, mencoba bergabung dengan mereka dan mencoba pertama-tama membuka diri. Karena orang lain tidak akan bisa masuk ke dalam hidup kita jika kita masih menutup diri dari mereka.

Sore itu, tidak hanya suasana di tempat itu yang ceria, tapi suasana hati saya pun membaik dan ikut ceria. Ternyata berubah itu tidak selalu susah. Perubahan tidak harus selalu hal-hal besar. Tetapi satu hal yang pasti, berubah itu selalu berbuah.




Yogyakarta, 23 Desember 2014

Stella Vania Puspitasari


26 November 2014

super lovely family

Minggu, 23 November 2014 mama dan papa saya kembali terbang ke Jakarta. 
Senin, 24 November 2014 papa menjalani tindakan medis, yakni dipasang ring. 
Ya, setelah tujuh tahun lalu dioperasi by-pass, bulan Agustus lalu saat saya di Filipina, papa saya sesak napas lagi dan harus dirawat inap. Beberapa waktu kemudian, papa dikateter dan beberapa kali sesak napas sampai harus dirawat inap lagi. Setelah periksa lagi ke Jakarta, akhirnya diputuskanlah bahwa papa harus dipasang ring.

Ketika kemarin Minggu mama papa ke Jakarta, saya bilang ke kakak di grup WA Keluarga Esnawan, “kak, shift-shiftan kita yak”. Maklumlah, saya nggak bisa ikut ke Jakarta karena masih ada kerjaan yang harus digarap, dan kakak yang memang sudah tinggal di sana harusnya bisa lah nemenin mama papa. Setelah saya ngirim itu, saya terus “mak tratap” sendiri. Saya dan kakak bisa shift-shiftan, tapi mama nggak mau. Bisa sih sebenarnya, tapi mama nggak mau aja gitu. Mama rela ninggalin kerjaan kantor yang setumpuk. Sebagai seorang akuntan, akhir tahun adalah waktunya lembur-lembur, tapi toh mama rela ninggalin itu semua demi nemenin papa berobat.

Ya, inilah yang dinamakan cinta, mungkin. Cinta itu butuh pengorbanan, men! #eaaa

Sebagai seorang anak, saya merasa seringkali nggak berbakti. Akhir-akhir ini saya jarang di rumah, kek bang toyib, soalnya banyak kerjaan. Meski gitu, mama papa nggak protes dan nggak ngelarang saya. Tinggal saya yang seringkali merasa berdosa, meski terus dilanjutin juga sih #selftoyor

Puji Tuhan, kemarin hari Selasa, 25 November 2014 papa sudah boleh keluar dari rumah sakit. Rencananya hari ini mereka akan kembali ke Jogja, semoga ya :)

Saya merasa bersyukur terlahir di keluarga ini. Mungkin keluarga saya nggak berkelimpahan, nggak punya rumah mewah *soalnya sawahnya udah jadi rumah*, nggak punya gadget-gadget bagus… Mungkin juga seringkali ada marah-marah di keluarga saya, entah papa ke saya, mama ke papa, saya ke kakak, kakak ke saya, saya ke papa, tapi toh kami sering banget ngakak bareng. Keluarga saya mungkin juga bukan keluarga yang sempurna menurut orang lain, tapi saya nggak pengen menukar keluarga saya dengan apapun, dengan keluarga kerajaan sekalipun. I am happy with my family. *kemudian muter sontreknya Keluarga Cemara*

Semoga papa dan mama dan kakak gendut selalu sehat, selalu bahagia dan kita bisa ngekek-ngekek terus! Semoga Tuhan juga selalu memberkati kita berempat yaaa :)

Thanks for always being super lovely family, mama, papa, kakak gendut! :*

one of my big bro's bday :3

two years ago. potong kuenyaaaa :D



Rabu, 26 November 2014
ulang tahun perkawinan mama-papa ke 27 tahun :)



nok - nonik - dek - ndut - vania

23 November 2014

a little note when I'm growing

Sekarang saya baru benar-benar percaya bahwa kuliah di psikologi bikin saya makin mengenal diri saya dan merupakan salah satu metode “berobat jalan” yang manjur. Saya sadar bahwa saya punya kebutuhan untuk merasa dibutuhkan. I feel anxious when I feel that I am useless. Saya sadar bahwa saya takut ketika orang tidak lagi memperhatikan saya, ketika ada orang lain yang saya rasa bisa menggantikan posisi saya. Kemudian saya akan tidak menyukai orang itu, karena saya jadi cemas ketika ada orang itu, bahkan sekedar membayangkannya. Di satu sisi, hal itu adalah sesuatu yang wajar. Well, manusia memang selalu digerakkan oleh kebutuhannya, begitu bukan, Om Murray? Tapi di sisi lain, saya merasa saya nggak boleh melakukan itu. Saya nggak boleh su’udzon kayak gitu. Saya nggak boleh benci orang itu, toh dia nggak salah apa-apa sama saya. Saya nggak boleh merasa diri nggak berharga. Dan masih ada rentetan “saya nggak boleh” lainnya. Saya sadar dan saya tahu kalau hal itu nggak boleh, setidaknya menurut saya. Alasannya sederhana. Biar saya bikin dalam bentuk dialog supaya lebih gampang.

“Emang kenapa kamu nggak suka sama dia?”
“Soalnya dia narik perhatian orang-orang di sekitarku, yang biasanya merhatiin aku.”
“Terus kenapa? Itu salah?”
“Ya enggak sih, tapi kan aku jadi nggak digagas, nggak disapa, nggak diruhke
“Terus kenapa?”
“Ya kan aku merasa nggak berharga…”
“Jadi itu yang ngerasa siapa?”
“A… aku…”
“Jadi dia itu salah nggak?”
“Mmmm… ya enggak sih… tapi………”
“Tapi kenapa?”
“Tapi aku tetep nggak suka sama dia!”
“Lah? Kenapa kamu nggak suka sama dia?”
“Soalnya … soalnya semua omongan sekarang jadi tentang dia!”
……………. #rauwisuwis


Saya sepenuhnya sadar bahwa ini masalahnya ada di saya sendiri. But it’s not easy to be “calm” like that. Percayalah, kawan-kawan, tidak semudah itu untuk bilang “semua kan baik-baik saja” pada orang yang merasa itu sangat tidak baik-baik saja. Nggak mudah bagi saya untuk mencoba mengenal satu orang, kalau perasaan saya masih nggak enak sama dia. Mirip lah sama ketika kita bilang bahwa duren itu heavenly yummy sama orang yang baru cium bau duren aja udah muntah. Mungkin hal ini terdengar lebay dan nggak berperiketemanan. I’ve tried it, tapi yo ra gampang bro.

Saya juga baru sadar bahwa mungkin inilah salah satu alasan utama kenapa saya selama ini sibuk sana sini. Saya golek kanca. Saya cari di mana saya lebih merasa bahwa saya lebih dibutuhkan. Meski tampaknya nggak sangat baik motivasinya, tapi tampaknya ada hal-hal baik dari motivasi ini. *nah lho defense* :p

Terus kowe arep piye yen wis ngerti ngene? Ya, itulah PR saya. Itulah kenapa saya masih “berobat jalan” dan belum lulus dari psikologi.
Emang kamu yakin bakal bisa “sembuh” dari hal ini? Well… I’m not that sure. Karena yang namanya kebutuhan itu nggak bisa seratus persen hilang, setau saya sih. Tapi kebutuhan itu bisa menjadi rendah dan mungkin tertutupi dengan kebutuhan lain yang lebih tinggi. Menurut saya, kebutuhan itu juga dipicu dengan tekanan tertentu, dan mungkin sekarang memang masanya saya menjadi “lebih perempuan” dibanding biasanya, makanya kenapa hal “kecil” kayak gini dibahas.

Yang bisa saya lakukan saat ini, untuk meringankan gejala ini adalah “counter attack”. Saya berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya istimewa, saya berharga, saya nggak sendirian, saya adalah seseorang yang punya nilai baik. Sekali lagi, bagi saya, ini bukanlah hal yang mudah, apalagi di tengah ayunan (baca: mood swing) begini. Maka ketika ada seorang sahabat yang tiba-tiba bilang, “Kalau butuh bantuan bilang ya, siapa tau saya bisa bantu” tanpa saya kasih kode atau bilang apapun padanya, saya merasa terharu. I realized that I will never walk alone, even I feel like I’m the loneliest person in the world. #lebayatun

Jujur, sampai ketika saya menulis postingan ini, saya masih ragu mau mosting ini nggak ya. Saya cemas kalau nanti orang memandang saya aneh. Saya cemas nanti teman-teman saya malah ninggalin saya setelah baca ini. Tapi saya juga tahu bahwa saya perlu memberitahu orang lain tentang diri saya, supaya relasi kita makin baik gitu coy. Saya juga percaya bahwa “mengorek luka” dan mengakui diri adalah salah satu proses menjadi manusia yang lebih baik lagi, secara khusus menjadi manusia yang lebih sehat mental.
 
*berdoa*

so trueeeee!



Hasil ngaca (baca: refleksi)
Quality time with myself
Sunday evening, 11-23-2014


*vania*

namanya juga pelayanan

beberapa tahun belakangan ini, mama papa saya punya "anak" baru, namanya Karisma. mama papa saya punya kelompok gitu, semacam koor dan juga penyewaan sound system. ketika diminta ngisi suatu acara, mama papa nggak pakai kata "job", tapi "pelayanan". disebut pelayanan karena mama papa nggak pernah pasang tarif.

namanya juga pelayanan, ada senengnya, ada enggaknya.
sejauh pengamatan dan pengalaman saya, beberapa hal yang bikin seneng adalah pelayanan ke mana-mana, dari mulai keliling ke gereja-gereja di Jogja, sampai sering ke Wonogiri. terus juga kenal dan ketemu berbagai macam orang, juga romo, bruder, frater dan suster, sampai keluarga-keluarga yang akhirnya secara rutin mengundang Karisma. 

kalau enggak senengnya juga ada banyak. salah satunya baru terjadi hari ini. hari ini seharusnya ada pelayanan manten di salah satu gereja. manten itu juga minta dibikinin buku dan waktu itu, ketika mama lagi nganterin papa periksa di Jakarta, orang itu sangat ngejar-ngejar untuk bukunya cepet jadi. saya pun dikejar-kejar mama untuk bikin teks manten dan kirim ke mereka. hari ini, sound system sudah dipasang di gereja itu, tapi tiba-tiba ada kelompok koor lain yang sudah disiapkan sama si manten. untung, hari ini mama dan papa nggak ikut pelayanan karena ke Jakarta. coba ikut, kan pasti jengkel dan malah bisa memperburuk keadaannya papa. akhirnya, semua pun diangkut pulang dan nggak jadi pelayanan. bukannya senang, hati malah jadi gamang #heyitrhymes

tapi ya namanya juga pelayanan coy, nggak semua hal yang kita lakukan berkenan untuk orang lain. dan ini adalah hal yang sangat amat wajar dalam hidup kita secara umum. nggak semua hal bisa berjalan sesuai rencana kita.

meski beberapa kali menemui hal yang kurang menyenangkan selama pelayanan, tapi mama dan papa toh tidak pernah sekalipun berniat membubarkan si Karisma ini. orang mungkin heran, kenapa mau-maunya ngelakuin beginian. menurut saya, jawabannya cuma satu: passion. dan semoga passion ini juga menggerakkan teman-teman sekalian! :)

mottonya super sekali!

thanks Mother Teresa :)


Minggu, 23 November 2014

vania

05 November 2014

everyone has their own part

... suatu saat jika ada orang lain yang menggantikanmu,
itu bukan karena kamu tidak lagi istimewa.
hanya saja, setiap orang punya bagiannya masing-masing.
dan mungkin saja, saat itu, bagianmu sudah habis ...

tenanglah. tersenyumlah. 
mungkin ini saatnya kamu harus mengambil bagianmu yang lainnya.




#NoteToMySelf
reflecting about "post power syndrome"


*vania*

20 Oktober 2014

stasiun hari ini

hari ini untuk ke sekian kalinya saya menginjakkan kaki di stasiun di kota gudeg ini. lagi-lagi, ini adalah saat di mana saya mengantar kekasih saya kembali ke perantauan untuk mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. seperti biasa, stasiun itu ramai, dan banyak orang datang dan pergi, entah penumpang, entah pengantar. di stasiun, selalu ada perpisahan, sekaligus harapan untuk bertemu kembali.

ketika saya berdiri di luar pagar, di area penghantar, di sebelah saya ada seorang lelaki muda, mungkin usianya 20an. dia berbincang dengan seorang lelaki paruh baya yang berada di peron. mereka berbincang dibatasi teralis. si lelaki paruh baya tampak semangat mengajak lelaki muda berbincang, sementara anaknya menanggapi dengan suara tidak terlalu keras. mereka berbincang singkat tentang kereta. dari percakapan mereka, saya tahu sepertinya mereka adalah bapak dan anak. kereta sudah tiba, tapi si bapak belum mau beranjak dan masih berbincang dengan anaknya. ketika tiba waktunya kereta akan berangkat, si anak menyalami dan mencium tangan bapaknya. mereka bertukar salam, "assalamualaikum", dan si bapak berkata, "jaga ibu ya..."
si bapak kemudian menaiki kereta, namun tetap berdiri di depan pintu kereta yang masih terbuka itu. ketika kereta akan berjalan, dari jauh saya melihat si bapak kembali mengatakan "assalamualaikum" pada anaknya, meski tanpa suara. sampai akhirnya kereta berjalan, si bapak masih berdiri di depan pintu dan melambaikan tangan pada anaknya, serta memasang senyum lebar pada wajahnya.

saya speechless. di stasiun itu ada banyak orang yang melepas keberangkatan. ada pasangan bapak-anak, saudara, pasangan kekasih.. tapi selama saya mengantar ke stasiun, kok rasa-rasanya baru sekali ini saya lihat orang yang begitu ingin meninggalkan kesan positif sebelum keberangkatannya. bapak ini benar-benar mengekspresikan bagaimana ketidak-ingin-pisahannya. padahal beliau dan anaknya sama-sama laki-laki, yang selama ini diberi label lebih-rasional-dan-tidak-emosional dibandingkan perempuan. 

beliau mengekspresikan diri dengan cara sederhana, namun sungguh jujur.
peristiwa ini membekas bagi saya, mungkin karena hal ini masih jadi pr untuk saja. sederhana, jujur.




sudah hari Senin,

si bintang

21 September 2014

miskomunikasi

halo, blog! gimana nih kabarnya? :)

seperti saya pernah cerita di beberapa post sebelumnya, saya ikut SLP alias Service Learning Program, semacam KKN gitu, tapi di Philippines hehe
kegiatan yang berlangsung dari awal sampai akhir Agustus itu seru banget! saya nggak cuma punya kesempatan untuk melayani orang lain, tapi juga belajar berdinamika bersama teman-teman baru dari berbagai negara dan budaya yang berbeda, ada dari Jepang, Korea dan tentunya Philippines.

sebelum saya berangkat, saya sempat ditanyain Ms Tata, cemas nggak mau pergi, terus apa yang dicemaskan. spontan, saya jawab kecemasan terbesar saya adalah bahasa. saya merasa bahasa Inggris saya jelek banget. ini masih saya rasain sampai sekarang, bahkan setelah sebulan penuh berkomunikasi pakai bahasa Inggris. 

tapi ternyata, kecemasan saya itu nggak terlalu terbukti. well, ya memang ada language barrier, dan itu suatu masalah. tapi toh kami tetap dapat berkomunikasi dengan baik. thanks to body language! HAHA :D 
sering sekali saya nggak ngomong satu kalimat utuh karena bingung, tapi mereka tetap nangkep maksud saya. begitu juga sebaliknya. bahkan ketika mereka bicara dengan bahasa mereka sendiri, terutama teman-teman Pinoy, saya sedikit banyak bisa nangkep maksud mereka. even I totally didn't understand about their language, but I know what're they tried to say :)) 

beneran deh, saya merasa nggak ada masalah yang berarti terkait language barrier ini. bagi saya, ini suatu hal yang menakjubkan. kok bisa ya, orang nangkep maksud obrolannya dari bahasa tubuh, ekspresi wajah, gestur dan intonasi, padahal sama sekali nggak paham bahasanya. luar biasa banget.

ketika saya balik ke Indonesia dan kembali ke kampus, kembali ke rapat-rapat dan tanggung jawab lainnya, saya terkaget-kaget menjumpai banyaknya miskomunikasi yang terjadi di salah satu kegiatan yang saya handle. ada yang berakibat waktu rapatnya molor karena ternyata masih ada yang kuliah. ada pula yang berakibat salah minjem peralatan, dan lain sebagainya.
miskomunikasinya pun macem-macem bentuknya. ada yang nggak dibales, yang sebenernya nggak bisa dikategoriin sebagai komunikasi sih, lha wong nggak ada feedback. ada juga yang bentuknya salah tangkap, jadi si A bilangnya setelah jam 4, si B nangkepnya sebelum jam 4. ada lagi yang bentuknya salam pahah, eh, salah paham. yang dimaksud ini, ditangkepnya itu, beda banget! dan yang sempet bikin down kemarin itu adalah lupa ngomong, alias nggak dikomunikasikan ke pihak tertentu.

saya bingung. bisa-bisanya selama SLP dengan bahasa yang asing, dengan kata-kata yang kadang saya masih harus buka kamus untuk tau artinya, kok malah nggak ada masalah yang sangat berarti terkait komunikasi. kami bisa berkomunikasi dengan sangat lancar, bahkan hingga kini kami sudah terpisahkan lautan dan daratan, tapi kami masih berkomunikasi dengan baik. tapi sebaliknya, yang pakai satu bahasa dan bahasa asli, kok malah ada banyak masalah terkait komunikasi.

beberapa waktu lalu saya nemu ini, mungkin bisa jadi jawabannya:
from here
ya, ketika berkomunikasi dengan bahasa yang nggak biasa kita pakai, kita mendengarkan dengan seksama dan tempo yang sesingkat-singkatnya *halah* *ditoyor*
*kembali serius*  dengan bahasa yang nggak biasa kita pakai, kita mendengarkan sepenuhnya, dengan penuh perhatian, biar mudheng. 
beda kalau kita berkomunikasi dengan bahasa yang biasa kita pakai. kita mendengarkan ya biar bisa jawab aja gitu. bahkan seringkali ada orang belum selesai ngomong udah dipotong karena semua orang pengen jawab, semua orang pengen ngomong.

begitulah kiranya hasil analisis ngawur saya haha :D
semoga kita makin bisa meminimalisir miskomunikasi yang terjadi ya. mending diganti sama Miss Indonesia, Miss World, atau Miss You... #eaaa

yuk kita belajar untuk mendengarkan agar bisa memahami, bukan sekedar mendengarkan agar bisa menjawab! :)



Sept 21, 2014
International #PeaceDay

vania

19 Juli 2014

satu kata untuk semester enam

semester enam memang sudah sebulan lebih selesai. sejak semester lima, saya menemui *soalnya beberapa kali nggak langsung mengalami* hal-hal yang membuat saya seringkali berefleksi bahwa, "you have to take a choice, and every choice has consequences. so you also have to ready to face the consequences of the choice you've been chosen."

satu hal ini benar-benar menjadi #NoteToMySelf ketika saya menginjak pertengahan semester enam. saat itu saya daftar jadi asisten praktikum. saya memang pengen banget, meski di sisi lain ini juga merupakan kewajiban saya hehe
well, intinya saya udah niat banget dan yakin keterima, kepedean abis! tapi ternyata saya nggak diterima, karena jadwal kuliah saya bentrok dengan jadwal kuliah praktikum itu. saya rasanya ketampar banget, soalnya jadwal saya yang bentrok itu sebenarnya bukan paketan saya, tapi saya pindah kelas lain. saya langsung membandingkan diri saya dengan teman saya yang rela mengganti jadwal demi bisa jadi asisten praktikum. ya, ini pilihan saya, dan saya harus menanggung konsekuensinya.
saya ingat betul, hari itu saya mengerjakan sesuatu di ruang PU. saya sendirian di ruang itu, like a boss haha :)) saya ke lab sebentar dan diajak bicara oleh Mas Muji, laboran yang kocak banget. Mas Muji bilang kalau saya nggak lolos, tapi tampak betul beliau ikut kecewa karena saya nggak lolos. saya kembali ke ruang PU, merenung, dan saya sempat menangis. memang, seringkali konsekuensi dari pilihan itu nggak menyenangkan ya..

I got the picture from Mokis, thanks! :)
jika saya bisa merangkum semester enam, bahkan kuliah saya sejak semester satu, semua adalah tentang PILIHAN, yang konsekuensinya kadang jangka panjang, jadi baru saya rasakan di semester enam ini. saya memilih untuk coba-coba daftar beasiswa unggulan, konsekuensinya ya harus mau ikut acara character building. saya memilih untuk "menunda" mendaftar P2TKP dulu semester tiga, sekarang ketika ditolak dan nggak ada lagi kesempatan, saya nggak bisa coba lagi. saya memilih untuk hengkang dari riset payung, dan saya nggak ikut presentasi ke Oz. saya memilih untuk pindah kelas demi diajar dosen favorit, tapi saya nggak bisa jadi asisten praktikum. saya memilih untuk ambil makul pilihan yang bukan bidang favorit saya, dan saya harus mengerjakan tugas-tugas yang cukup berat dan dua kali kuliah umum. saya memilih untuk gabung dengan BEMF dan saya jadi lebih sering di kampus daripada di rumah maupun gereja. saya memilih untuk jadi volunteer tetap di Pingit dan seringkali saya dari kampus langsung ke Pingit. sebagai konseptor, saya memilih untuk mengadakan ekm di suatu paroki yang ternyata prosesnya kurang bisa berjalan dengan baik. saya memilih untuk coba-coba daftar SLP, dan ternyata keterima. saya memilih untuk nggetih dan menjalani semester enam ini dengan optimal, dan hasilnya pun puji Tuhan sangat memuaskan. masih banyak pilihan-pilihan dan konsekuensinya yang saya jalani.

saya sendiri bersyukur saya bisa sampai pada insight ini, karena rasanya saya jadi lebih realistis dan rasional *efek salah satu makul di semester enam nih kayaknya* :))

yah, apapun pilihan yang kita ambil, mari ingat bahwa pilihan dan konsekuensi itu satu paket. maka, kalau EKM Seminari Mertoyudan dulu kasih judulnya "choose your love and love your choice" :D

keep spirit, folks!



malam minggu,


vania

21 Juni 2014

menikah?

beberapa waktu lalu, seorang teman saya, mengupload foto undangan nikah ke grup WA. di situ tertulis namanya dan pacarnya, lengkap dengan nama orangtua mereka dan tanggal serta tempat pernikahan mereka. saya kaget setengah mati, saya pikir dia ini lagi bercanda. secara dia ini emang tukang gojeg, dan dia ngupload itu tengah malem. kurang gojeg apa coba? saya juga sempat mikir, mungkin ini cuma tugas kuliahnya dia, karena ada dua desain yang dia upload, background putih dan background merah. saya diem aja, nggak nanggepin, meski sebenernya penasaran juga. 

hari Senin, saya pun ketemu teman saya ini. sepanjang rapat, saya dan teman-teman semua kepo, sampai oot (out of topic) berkali-kali deh omongannya. setelah rapat dianggap selesai, langsung semua tanya, beneran atau engga, dan ternyata itu serius. saya sendiri kaget, karena mereka berdua, calon pengantin ini, baru seusia saya, 21 tahun. dan saya nggak pernah denger heboh-heboh soal persiapan pernikahan mereka sebelumnya. but it's their life. mereka sudah memutuskan, berarti mereka juga sudah mempertimbangkan matang-matang. saya pun berdoa bagi kebahagiaan mereka #AMINbanget :)

bagi saya sendiri, pernikahan atau menikah adalah sesuatu yang masih nantiiiiiii banget. kalau saya ditanya mau menikah atau engga, pasti jawabannya mau. kalau ditanya, mau menikah dengan si X nggak, jawabannya mungkin nggak semantap pertanyaan pertama. kalau ditanya, mau menikah dalam waktu dekat ini nggak, jawabannya jelas engga.
menikah, bagi saya, berarti berada dalam suatu ikatan yang terjalin sampai akhir hayat, sekali seumur hidup. menikah itu berarti harus bisa menahan diri agar melebur jadi satu dengan pasangan. menikah berarti tidak hanya bertanggung jawab atas diri sendiri, tapi juga pada pasangan, dan juga pada anak kalau nantinya sudah punya anak. menikah itu bukan suatu hal yang main-main.
masih begitu banyak hal yang menurut saya sendiri harus saya siapkan sebelum saya menikah. ibaratnya tuh gini, "ngurusin diri sendiri aja belum beres kok mau ngurusin orang lain juga."

tapi menurut saya, pada akhirnya, soal mau menikah atau engga, menikah dengan siapa, menikah kapan, hingga menikah di mana dan menikah dengan cara seperti apa, semua itu adalah pilihan. dan seperti kebanyakan pilihan yang lain, semoga pilihan-pilihan ini didasari dengan pertimbangan yang matang sehingga bisa menjalani konsekuensinya dengan siap pula.

akhir kata, selamat menempuh hidup baru sebagai sepasang suami istri buat Anu dan Caroll!
salam #langgeng! walau saya nggak dateng, but my pray flies to you, guys! semoga pernikahan kalian diberkati Tuhan sampai akhir hayat :)

Anu - Romo Danang - Caroll
*photo by tim ekm kobar yang ikut njagong*

Yogyakarta, 21-6-2014
ikut berbahagia,

vania

19 Juni 2014

di mana Tuhan?

seorang teman melontarkan pertanyaan itu setelah membaca cerita pengalaman pembekalan SLP yang kupost sebelumnya. pertanyaan sederhana sekali. 

saya menemukan Dia, dalam berbagai kesempatan. secara nggak langsung, Dia ada :)
secara umum, Dia menunjukkan pada saya dan teman-teman bahwa kami nggak sendiri. kami berlima, nggak dibiarin sendiri. selain di antara kami sendiri saling bantu, saling nguatin, ada orang-orang di sekitar kami yang jadi media cinta-Nya.

Dia ada sejak kami berdinamika bersama di hari Sabtu. waktu kami diikat jadi satu, Dia bantu nunjukkin kartu-kartu yang kadang agak agak kasat mata :))
meski di situ, saya pribadi, awalnya merasa kami berlima dilepas, sendirian, yang lain cuma nontonin doank. tapi saya pikir-pikir, kami nggak benar-benar sendiri. kalau Dia nggak ada, mungkin frustating moment yang kami alami lebih parah lagi hehehe

keberadaan-Nya makin terasa saat kami main pipa bocor. seperti yang sudah saya tulis di post sebelumnya, kami mengalami another frustating moment. sampai akhirnya banyak banget orang yang bantu, meski awalnya saya tahu beberapa di antara mereka males ikut basah-basah. saya terharu. :")

kehadiran-Nya juga saya rasakan setiap kali kami diberi sesuatu. apalagi ketika kami diberi dua botol air mineral ukuran 1,5 liter. yang membuat saya terharu adalah karena mereka semua memberi dari kekurangannya. mereka yang "miskin" justru memberi lebih banyak. mereka lebih kaya, karena mereka mau dengan ikhlas memberikan sesuatu pada kami, bahkan jauh lebih banyak dari ekspektasi kami. 

saya jadi ingat kisah di injil tentang janda miskin dan dua keping dinar. saya merasa persis seperti itulah yang mereka lakukan. mereka memberi yang terbaik yang bisa mereka berikan. dan mereka, dengan apapun yang telah mereka lakukan, menjadi sarana cinta Tuhan bagi saya dan teman-teman. 

dalam perjalanan itu, saya dan teman-teman sempat menemukan sebuah masjid. seorang teman yang Muslim, Enno, sedikit kami "paksa" untuk sholat di masjid itu. sebenarnya itu alibi juga supaya kami bisa duduk dan istirahat di masjid itu. duduk di masjid itu, membuat saya merasa adem dan damai. seketika saya ingat beberapa insiden intoleransi yang akhir-akhir ini terjadi, khususnya di Jogja. saya miris.  sambil duduk dan ngobrol dengan teman-teman, dalam hati saya harap rasa adem dan damai yang saya rasakan di masjid itu juga tetap terasa di Jogja dan seluruh penjuru Indonesia. 

Dia juga ada sepanjang perjalanan. kebetulan saya dan Bagas lebih sering berada di belakang saat berjalan, dan seringkali kami mengingatkan agar "matanya jelalatan", supaya nggak ada rafia penunjuk jalan yang terlewat dan nggak salah jalan. Dia membantu kami untuk melihat rafia-rafia penunjuk jalan, yang kadang dipasang agak nggak kasat mata. selain itu, keluarbiasaan-Nya juga kami rasakan ketika kami mengagumi alam ciptaan-Nya. kami lihat laba-laba yang besar banget, bunga-bunga yang cantik yang nggak selalu bisa kami temui sehari-hari. kami juga menemukan rumah-rumah kece yang bisa jadi inspirasi rumah kami di masa depan hahaha :D

refleksi saya pribadi, menjawab pertanyaan yang saya jadikan judul post ini, Dia ada di manapun. Dia hadir lewat orang-orang di sekitar saya. lewat teman-teman SLPers batch seven, lewat para pendamping, lewat kakak-kakak SLPers batch six, lewat para pedagang yang menyediakan diri kami bantu, lewat mereka yang dengan sukarela memberi kami sesuatu, lewat alam yang kami jumpai, pun lewat teman saya yang melontarkan pertanyaan ini.
Dia selalu ada, masalahnya apakah kita berhasil merasakan kehadiran-Nya atau engga. *kemudian saya merasa sangat Jesuit* :))


selamat mencari dan menemukan Dia dalam segala!


Kamis, 19 Juni 2014
Yogyakarta (yang semoga tetap) berhati nyaman

mumpung libur,

vania

18 Juni 2014

pembekalan menjadi pribadi tangguh

halo semua! apa kabar? libur sudah tibaaa :D
meski begitu, liburan kali ini saya mungkin akan kurang bisa menikmati secara leluasa, karena ada gawean. beberapa waktu lalu, kebetulan saya keterima untuk mengikuti Service Learning Program, semacam KKN internasional gitu #eaaa
acara ini adalah kerjasama dari beberapa universitas dan kolese Jesuit se-Asia Pasifik. saya dan empat teman lain: Indri (PBI), Enno (Sasing), Bagas (Farmasi) dan Adhi (Psikologi) menjadi delegasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus delegasi Indonesia, karena USD adalah satu-satunya universitas Jesuit di Indonesia :)

tanggal 14-15 Juni kemarin ada pembekalan SLP di Wisma Kinasih, Kaliurang. pembekalan diawali dengan pertanyaan, "Kenapa kamu mau ikut SLP?" yang dilanjutkan dengan sharing dari tiga dosen yang pernah mendampingi SLP sebelumnya: Pak Pras, Ms Tata dan Pak Chosa. Pak Chosa jadi pendamping kami tahun ini. mereka cerita banyak tentang pengalaman mereka selama mengikuti SLP. meski banyak hal yang kurang baik yang mereka alami, termasuk rasa sakit hati, namun cinta lah yang menguatkan mereka, dan harapannya, cinta itu pula yang dapat menguatkan kami ketika menghadapi berbagai tantangan selama rangkaian SLP #AMINbanget!

setelah sharing, sesi kedua diisi Mas Anton yang membantu kami memperdalam tema SLP 2014 ini, "Jesuit Education in the Frontiers of Greater Social Engagement". kami dikasih kasus untuk didiskusikan dan kami diminta bikin rancangan program berdasar kasus itu buat lima tahun ke depan. setelah berdiskusi, kami presentasi pakai bahasa Inggris! oh meeenn...

sesi serius-serius berakhir dengan makan siang yang nggak biasa. kami harus saling melayani, mulai dari mengambilkan makanan dan minuman, bahkan menyuapi juga. acara ini dilanjutin perkenalan lebih mendalam dari kami berlima. kami suruh cerita satu-satu tentang diri kami, dan boleh saling bertanya biar lebih kenal. kami melakukannya sambil berdiri, dan di akhir sesi ternyata jarak antara kami makin dekat :D artinya kami merasa nyaman, what a nice starting point :)
habis itu, kami berlima diikat jadi satu, kenceeeng banget, sampai sakit perutnya... kami berlima harus mencari kartu-kartu yang ada hurufnya, terus disusun biar jadi satu kalimat yang terdiri dari lima kata dan masing-masing kata terdiri dari tujuh huruf. kami puter-puter keliling halaman wisma dan ternyata ada beberapa kartu zonk alias emoticon atau tulisan "semangat!" #hadeh
akhirnya setelah bolak balik lamaaa banget, melebihi estimasi waktunya P2TKP, kami berhasil nyusun kalimatnya: pribadi tangguh bersiap menjadi relawan :)
setelah itu, kami main yang kedua: pipa bocor. bedanya, kami nyusun sendiri pipa-pipa kecilnya. dan mohon dicatat, kami cuma berlima. lagi-lagi kami lama banget untuk nyusun strategi, sejam sendiri ada kali. saya yang udah capek dan blank soal beginian lebih banyak diam, daripada makin ngaco. akhirnya sekitar jam 18:00 kami mulai masukin air ke pipa-pipa itu, dan awalnya pelaaan banget progresnya. mungkin karena geregetan, P2TKP bantuin ngutak-atik pipa kami hahaha terus mulai agak cepet progresnya. di detik-detik terakhir, tiba-tiba Pak Chosa bantuin, terus nggak lama yang lain juga ikut bantu, SLPers batch 6, Ms Tata sama Mbak Risca. saya terharu :") we are truly SLP family :") *lope lope di udara*

setelah itu, seharusnya ada sesi sama Romo Andalas. tapi ternyata ada kesalahan teknis, jadi Romo Andalas nggak datang. acara diganti sama Pak Adi. tiap orang dikasih suatu topik, terus masing-masing bikin cerita tapi harus nyambung sama cerita sebelumnya. yang paling mending dan cukup nyambung adalah cerita yang terakhir, Pak Chosa ikut main juga :))
jam 21:00 acara selesai, kami semua diminta untuk istirahat karena jam 02:30 kami sudah harus bangun! :O
nggak butuh waktu terlalu lama bagi saya untuk tidur. tapi nggak tau kenapa, sekitar jam 12:30 saya kebangun dan nggak bisa tidur lagi. begitu bangun jam 02:15 dan ngaca, saya makin jadi mata panda. untung saya nggak bisa kung fu #halah

bukan tanpa alasan kami dikumpulkan jam 02:30. bukan, bukan buat ngeronda atau jurit malam. kami diantar ke Pasar Pakem dan diberi tugas yang sederhana (untuk dikatakan): kami harus survive. kami dikasih waktu sampai jam 07:00 untuk dapat sarapan dan dapat bahan mentah untuk dimasak buat makan siang. kami nggak boleh bawa hp ataupun uang, jadi kami harus kerja. sampai di Pasar Pakem, kami cuma bisa bengong. kami shocked dan speechless, karena pasarnya sepi buangeeeet! awalnya kami atur rencana, satu orang paling engga harus ngumpulin sekian rupiah, meski nggak yakin juga bakal bisa dapet uang, secara kita cuma kerja berapa jam. kami muter-muter berlima, coba observasi sama keadaan pasar, coba tanya ke beberapa pedagang, tapi tawaran kami ditolak. akhirnya kami coba untuk membagi diri dalam dua kelompok yang lebih kecil: Adhi sama Enno, terus Indri, Bagas dan saya. setelah membagi diri, kami bertiga mulai cari-cari kerja. kami bantu seorang simbah untuk ngangkut sayuran ke sebrang jalan. meski nggak dapat apa-apa, tapi mulai ada harapan dan nggak terlalu pesimis lagi. mungkin karena kasihan karena tampang kami yang agak melas, pasutri pedagang di depan indomaret menolak bantuan kami, tapi si istri nawarin kami ngambil sayuran bebas. kami bengong. karena ditawarin terus, akhirnya kami ngambil sop-sopan dua plastik. tapi kami tetap nunggu di situ sambil terus tanya apa yang bisa kami bantu. seorang ibu pedagang yang nggak jauh dari situ menyarankan kami bantu ngepak-in sop-sopan yang lain. akhirnya kami bantuin, lega rasanya. dapat sedikit bahan buat makan siang :D
kami cari-cari pekerjaan lagi, terus Indri dapat. tinggallah saya dan Bagas. akhirnya saya tanya ke mbak-mbak, dapet dan tugasnya sederhana: mbitingi alias ngasih biting (lidi) ke bungkusan mie atau capcay yang mereka buat. saya kerja sendiri, Bagas duduk di dekat situ, tapi dia sempet pergi, bantuin ngangkut ketela yang berat banget katanya. Bagas duduk saja, dan ternyata vertigonya kumat. saya panik seketika. saya minta Bagas tetap duduk dan saya tetap kerja di situ. kerjaan saya sungguh sederhana, tapi capek juga, karena berdiri sekian lama. banyak hal yang bikin saya bingung dan speechless di situ. pertama, mereka jualan seharga 5000 untuk 8 bungkus, padahal porsinya lumayan loh. terus, Mbak Ani, yang bungkusin itu, ternyata juga kerja sebagai akuntan di JIH, dari Senin sampai Jumat, jam 8 sampai 5 sore. Mbak Ani tiap hari bantuin ibunya jualan di pasar itu dari jam 3 sampai jam 5. anak yang sungguh berbakti sekali ya :)
setelah saya selesai bantuin, Mbak Ani nawarin makan. akhirnya saya dikasih 4 bungkus capcay, 2 bungkus urap, 1 botol air mineral 600ml terus dikasih 2 sendok juga. saya kaget, perasaan apa yang saya lakuin sederhana sekali, tapi imbalannya kok banyak banget. di sini saya berefleksi, ternyata nasib orang nggak ada yang tau. Adhi dan Enno dapet kerja duluan, tapi selesainya belakangan, nah saya sama Bagas dapet kerja terakhir, tapi selesai duluan dan mendapatkan sesuatu yang berharga banget buat kita berlima. saya dan Bagas pun muter-muter lagi untuk cari pekerjaan lain. tapi sekitar jam 4, pasar masih sepi, ternyata karena ada nyadran, jadi banyak yang libur. kami muter sekali, tapi nggak dapet apa-apa. ada juga jual kembang, tapi kami nggak berani nawarin bantuan. ntar kalau dikasih kembang, masak kita suruh makan kembang? #halah
akhirnya setelah muter sekali lagi, kami coba nawarin bantuan ke ibu-ibu penjual sayur. lagi-lagi, tugas kami sederhana: masukin buncis ke plastik. kami sempet diledekin ibu-ibu, "wah, apoteker kok mlastiki buncis!" dan "wah calon psikolog megang buncis!" tapi ya namanya juga hidup, buuu :))
jam 6 lewat semua udah selesai kerja dan dapat imbalan masing-masing. selain yang sudah saya sebut di atas, kami juga dapat jamur untuk makan siang, pisang satu sisir, tahu krispi siap makan, bakpia sebungkus,  dan susu kedelai lima plastik. ternyata Adhi secara nggak sengaja bawa uang di jaketnya. kami pun rencana beli bumbu buat masak, setelah tawar-tawaran secara internal, kami memutuskan beli 1000, tapi ternyata dikasih gratis! mungkin karena kami saking melasnya ya hahaha :)) jadi, untuk makan pagi dan makan siang kami hari itu, kami keluar nol rupiah! #bangga

setelah sarapan, kami kumpul dan dikasih tugas selanjutnya: jalan kaki dari Pasar Pakem ke Wisma Kinasih Kaliurang dengan mengikuti rambu-rambu yang sudah disediakan: rafia yang diikat sedemikian rupa. kami pun diminta mengumpulkan kertas yang sudah disediakan panitia di sepanjang jalan yang akan membentuk sebuah kalimat dari delapan kata. di jalan, kami sempat mengalami hal yang menyenangkan maupun nggak menyenangkan.
SLPers batch 7: Bagas - Adhi - Indri - vania - Enno :D
hal yang menyenangkan dan bikin speechless adalah ketika kami mau menukar bakpia yang kami miliki dengan air mineral. percobaan pertama gagal. percobaan kedua, kami bertemu dengan seorang ibu pemilik warung, kami cerita kami ini siapa, tujuan kami ada dan sebagainya, terus ibu itu bilang, "Oh ya ya ambil aja, pilih aja mau yang mana." kami bengong. belum selesai kebengongan kami, si ibu mengambilkan dua botol air mineral 1,5L untuk kami, dan beliau juga menolak bakpia kami. saya terharu. ternyata masih banyak banget orang baik di dunia ini. dan Tuhan seringkali ngasih lebih dari yang kita minta. hidup itu penuh kejutan. meski kadang kejutan yang kami terima juga kurang menyenangkan. kami sempat salah jalan. bukan salah kami sebenarnya, karena tanda yang sudah disiapkan dipotong warga pemilik rumah #tepokjidat
kami salah jalan dan harus melewati jalan yang menanjak lagi. posisi kami saat itu sudah lelah dan semangat serta mood kami langsung drop. tapi kami tetap saling menyemangati dan bilang, "Namanya juga hidup, nggak ada tombol undo atau restart". dan kami pun sadar bahwa hidup itu kayak jalan di Kaliurang yang berliku-liku. tapi ya harus tetap dijalani.
satu hal yang bikin saya bertanya-tanya. sepanjang jalan kami berlima ini nggak ada yang nggak ngeluh. entah ngeluh capek, panas, ngantuk, bahkan kami juga sempet heboh ngrasani dan nggosip (HAHA). tapi toh kami tetap jalan dan mengikuti rambu, nggak cari jalan sendiri yang kami tau lebih singkat, tapi tetap mengikuti prosedur yang ada. kok ya mau-maunya kami disuruh begini, kok ya bisa-bisanya tetap bertahan. kami pun berefleksi, “Ya, inilah hidup. Dan ini yang kita pilih, maka konsekuensi dari pilihan itu juga harus kita tanggung. Meski awalnya tugas ini tampak sangat berat dan bahkan tampaknya tidak mungkin, tapi akhirnya toh kita bisa juga, karena kita tahu kita nggak sendiri. Kita di sini tim, bahkan kita keluarga. Maka ya, kebersamaan dan cinta itu yang menguatkan kita dalam perjalanan ini. Dan semoga kebersamaan itu pula yang selalu menguatkan kita untuk berproses bersama selama setahun ini."
begitu sampai di Wisma Kinasih Kaliurang, kami pun meneriakkan kalimat dari kata-kata yang kami kumpulkan, "We are SLPers batch seven, yes we can!"

bersama Pak Chosa :D
pengalaman dalam pembekalan ini mungkin cuma bisa dialami sekali seumur hidup, dan pengalaman ini bagi saya adalah sesuatu yang berharga. pembekalan ini, selain menjadi sarana saling mengenal bagi SLPers batch 7, juga bikin saya pribadi mengenal lingkungan sekitar. saya baru tau kalau ternyata di Kaliurang ada tempat latihan pacuan kuda dan kudanya gagah banget! terus ternyata sepanjang rute yang kami lewati, banyak rumah yang memelihara anjing, dan mirisnya ada yang pelihara husky tapi sayangnya kurus banget...

well, semoga pembekalan ini, minimal, bisa jadi salah satu hal yang menguatkan saya dan teman-teman dalam berproses bersama selama setahun ini. semangaaat! it's just the beginning, guys! :)


Wednesday, June 18, 2014
one of SLPers batch seven,
Stella Vania Puspitasari

23 Mei 2014

selikur

hae gaes! *cara nulis anak gahol jaman sekarang*

bulan Mei, bulan ke lima. bulan yang spesial bagi saya, seperti biasa. karena bulan ini adalah bulan di mana saya tambah tua. 
hari istimewa itu selalu menarik untuk diceritakan. tahun lalu, di hari itu saya kunjungan ke RSJ dan melihat sisi lain kehidupan. tahun ini pun di hari itu aku melihat sisi lain lagi dari kehidupan. seorang teman beberapa kali bilang pada saya bahwa saya ini harus dolan dan melihat luasnya dunia. maka, hari itu ketika diajak dolan oleh bareng para volunteer Pingit, jelas saya langsung setuju! itung-itung "melarikan diri" dari tugas-tugas yang menumpuk dan #rauwisuwis hehe
saya dan teman-teman pergi ke Pantai Drini di Gunungkidul. seru deh! meski saya jatuh kepleset 2x di tempat yang sama, tapi saya seneng bisa jalan-jalan :D

dua belas tahun :p *kode kode di udara*
ajaibnya, para volunteer Pingit ini nggak ada yang tau kalau waktu itu saya ulang tahun muehehehehe :p

saya bersyukur banget karena sampai di usia selikur alias dua puluh satu alias twenty one ini :D kata orang-orang, ini "legal age". dan saya makin bersyukur karena cinta Tuhan bisa saya rasakan lewat orang-orang di sekitar saya yang sangat luar biasa. nih buktinya :D

dari Tephie :D dari jaman masih alay gitu fotonya :))
masih dari Tephie, ucapan di instagram :D
dari Retha dan Ria :D
unyu-unyu things from Acil, Retha, Ria :D
dari Bebe :D unyuk bingit!
Tim EKM! mereka dateng ke Pingit loh '3')
tulisan di pojok kanan bawah kolase dari Eli :D
Akaaaang!!! :)))

menerima dan bahkan mengingat hal ini membuat saya sangat bersyukur. terima kasih ya, kalian semua, karena setidaknya sudah hadir dalam hidup saya, dan bersedia menjadi teman seperjalanan saya :)
semoga kita nggak lelah untuk saling menyapa dan mengingatkan satu sama lain, agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. dan semoga kita bisa menjadi penyalur cinta Tuhan untuk sesama :D

tetap semangat teman-teman!
nyanyi sik: "terima kasih seribu oh terima kasih seribu, pada Tuhan Allahku oh pada Tuhan Allahku, aku bahagia karena dicinta, terima kasih!"
*lope lope di udara*


sudah dua puluh satu tahun,
Stella Vania Puspitasari

02 Mei 2014

jalan kaki

dua bulan lalu, ketika Akang pulang ke Jogja dan akan kembali ke Surabaya, saya berjalan kaki dari Kotabaru ke Stasiun Lempuyangan, dan saya ngetwit: "Jadi pejalan kaki itu susah.. Trotoar mana trotoar?"
ya, jadi pejalan kaki itu memang susah. nggak semua jalan punya trotoar, dan kalau punya trotoar pun seringkali justru jadi tempat tanaman pot segede gaban, tempat jualan, dan lain-lain yang akhirnya trotoar pun jadi nggak bisa dipakai buat jalan.

kebetulan, teman-teman Campus Ministry menawarkan gerakan 1 hari dalam 1 minggu berjalan kaki kost-kampus dalam rangkaian acara #IntegrityDays2014. gerakan yang sederhana sekali, yang didasarkan pada keprihatinan membludaknya motor yang parkir di kampus USD (katanya, kan saya belum jadi pengguna parkiran motor USD :p)

boleh lho dishare atau dijadiin profile picture :D
sejak awal ide ini diumumkan di medsos, saya sudah tertarik. ya kebetulan juga saya baru mengalami susahnya jadi pejalan kaki, di samping keprihatinan lain tentang pemanasan global. maka ketika diminta bantuan untuk video kampanye, maunya sih ikut, tapi sayang saya nggak bisa.
untungnya teman-teman CM kemudian membuat aksi jalan kaki Paingan-Mrican, sebagai ajang kampanye gerakan #jalankaki ini sekaligus sarana untuk merefleksikan hari pendidikan nasional. dengan tekad bulat, saya pun mendaftar. 
sebenarnya, dengan semangat ini, bentuk aksinya tidak harus berjalan kaki dari kost-kampus, tapi bisa saja dari rumah-kampus (tapi saya nggak mau, gile lu ndro #eluskempol), atau ya naik kendaraan umum dari satu tempat ke tempat lain. intinya, menggunakan alat transportasi (pribadi) secara lebih bijaksana.

hari ini sekitar jam 17:15, saya dan teman-teman pun mulai #jalankaki. saya tergabung dalam kelompok 5 yang (awalnya) hanya berisi 3 orang: Mbak Ita (Akuntansi-2009) dan Uni (TI-2012) tapi ketambahan Mas Anton, jadi ada 4 orang deh. kami dapet rute 6: Paingan-Stadion Maguwo-Concat-AKS Tarakanita-Mrican. heran, ternyata bener juga estimasi waktu yang diperkirakan Mas Gigih dan teman-teman panitia, sekitar jam 19:30 kami baru sampai kampus Mrican. sampai di kampus Mrican, kami pun istirahat kemudian makan bersama dan refleksi dalam kelompok kecil. 

pemberhentian pertama: Redberries food & folks
saya - Mbak Ita - Uni - Mas Anton :D
pemberhentian kedua: AKS Tarakanita
Mbak Ita - Uni - saya, Mas Anton yang motret :D
banyak hal menarik yang saya temukan selama perjalanan dari Paingan ke Mrican, ada yang muncul dalam benak saya sendiri, ada pula yang muncul dari celetukan-celetukan sepanjang jalan. saya menemukan bahwa salah satu cara agar tidak merasa lelah adalah jalan terus, jika mau berhenti boleh saja, tapi jangan lama-lama, karena bisa jadi kita justru asyik "menikmati" rasa lelah kita itu. 
saya juga menemukan bahwa ternyata seringkali saya (dan mungkin juga Anda, kita semua) kurang empati pada sesama pengguna jalan, khususnya pejalan kaki. waktu jalan tadi, saya dan teman-teman kecipratan genangan air hujan yang dilewati mobil. lalu nggak jarang juga kami diklaksonin mobil dan motor.
terkait dengan pendidikan, terutama yang saya alami di Pingit, saya merasa pendidikan dan jalan kaki ini ada persamaannya. ibarat jalan kaki dari Paingan-Mrican yang nggak sampai-sampai, saya merasa pendidikan itu juga adalah suatu proses, perlahan tapi pasti menuju ke suatu tujuan tertentu. pendidikan dan jalan kaki ini dimulai oleh adanya suatu keprihatinan, serta sebaiknya didasari oleh adanya niat baik dari orang yang terlibat di dalamnya, dan niat baik ini juga dipelihara terus menerus.

jadi, pilih harimu! mari kita berjalan kaki :D


pada Hari Pendidikan Nasional 2014,

Stella Vania Puspitasari

05 April 2014

Opa Tom dan Mas Anto

Beberapa waktu lalu saya mengikuti seminar tentang Gereja di Indonesia, menurut pandangan Romo Tom Jacobs, SJ, atau yang biasa saya panggil Opa Tom. Jujur saja, mendengar nama Opa Tom, yang pertama muncul dalam benak saya bukanlah kehebatannya sebagai seorang teolog yang memang sudah terkenal, melainkan kenangan bersama beliau, layaknya opa dan cucunya sendiri. Ya, saya mengenal beliau sejak kecil, tapi bukan itu yang pertama-tama ingin saya ceritakan di sini.
Mendengar orang berbagi tentang pemikiran Opa Tom, sebenarnya bukan hal yang baru bagi saya. Tapi entah kenapa, baru kali ini saya menemukan kesamaan antara Opa Tom dan Gereja Santo Antonius Kotabaru, yang kadang saya sebut dengan panggilan sayang “Mas Anto”. Sebenarnya, bukan hal yang mengherankan jika Opa Tom dan Mas Anto memiliki beberapa kesamaan, karena Opa Tom tinggal di seputar Kotabaru selama 42 tahun. Opa Tom mulai tinggal di Kolsani sejak tahun 1966, kemudian pindah ke Pastoran Kotabaru pada 1994.

Terbuka
Beberapa pribadi yang tidak terlalu mengenal Opa Tom seringkali menganggap Opa Tom adalah sosok yang galak, tegas dan kaku. Namun bagi mereka yang mengenal Opa Tom, termasuk lewat karya-karyanya, akan menemukan bahwa Opa Tom adalah pribadi yang terbuka. Opa Tom menerima pertanyaan, saran atau kritik atas karyanya. Bahkan tidak jarang beliau juga mengritik karyanya sendiri.
Keterbukaan Opa Tom juga pernah saya alami sendiri. Sekitar sembilan tahun lalu, saya mengajak Opa Tom bersalaman dengan cara yang khas, dan kemudian salam itu dipakai terus, bahkan oleh teman-teman saya ketika bersalaman dengan Opa Tom. Opa Tom bersedia diajari oleh anak kelas 5 SD, dan bagi saya, ini adalah tanda keterbukaan Opa Tom.
Opa Tom juga sangat menghargai orang lain. Contoh yang paling nampak adalah setiap beliau memimpin ekaristi, ketika lektor hormat ke arah beliau, beliau pun akan berdiri dan menghormat ke arah lektor tersebut. Hal ini memang sederhana, tapi sungguh menunjukkan rasa penghargaan beliau pada orang lain.

Mas Anto sendiri sudah terkenal sebagai gereja yang terbuka. Dari segi gedung gereja, Mas Anto selalu buka setiap hari pukul 05.00-20.00. Selain itu, Mas Anto juga membuka diri bagi siapapun yang mau aktif melayani. Bahkan menurut hasil litbang beberapa tahun lalu, 77% umat yang datang ke Mas Anto adalah warga dari luar Paroki St. Antonius Kotabaru (termasuk saya!).
Keterbukaan Mas Anto juga tampak dari terbentuknya berbagai komunitas yang mewadahi umat. Mewadahi di sini artinya mewadahi minat atau bakat, juga mewadahi kebutuhan umat. Misalnya saja ada komunitas Paguyuban TV Monitor (Patemon), K25+, Komunitas Belajar Teater (KBT) yang akhir-akhir ini akrab disebut Visualizers, Kaum Muda Peduli, Tim Ekaristi Kaum Muda (EKM) dan sebagainya. Ditambah lagi, hampir semua komunitas di Mas Anto ini mengadakan open recruitment, sehingga umat bisa bergabung dengan komunitas-komunitas ini. Sungguh sangat terasa keterbukaannya.
Selain itu, Mas Anto juga membuka diri untuk membantu mereka yang membutuhkan. Contoh sederhana, Mas Anto membantu komunitas-komunitas di dalam maupun luar paroki yang membutuhkan dana dengan tugas pelayanan jaga parkir. Contoh lainnya, Mas Anto secara rutin mengadakan beberapa bakti sosial, seperti donor darah, pemberian bibit ikan pada warga bantaran Kali Code, dan sebagainya.
Mas Anto pun membuka diri pada saudara-saudara yang memiliki agama atau kepercayaan lain. Komunitas Persaudaraan Lintas Iman (PELITA) menjadi buktinya. Meski kini komunitas itu vakum, tapi keberadaan dan usahanya menjadi tanda keterbukaan Mas Anto.

Kontekstual
Dalam seminar tentang Opa Tom beberapa waktu lalu, kata kontekstual seringkali disebut. Begitulah, Opa Tom memang romo landha yang sangat nJawani. Bahkan katanya, beliau sempat ingin mengganti namanya menjadi Sutomo, agar lebih Jawa. Seringkali saya merasa Opa Tom ini lebih Jawa daripada orang Jawa. Romo landha ini sangat fasih berbahasa Jawa, dan jadi salah satu andalan untuk memimpin misa bahasa Jawa di Kotabaru.
Opa Tom juga kontekstual dalam hal berkomunikasi dengan orang lain. Beliau sangat empan papan. Di hadapan mahasiswanya, beliau berlaku sebagai dosen, tapi di balik mimbar beliau adalah romo yang homilinya selalu jadi favorit. Kalau beliau merasa terusik, galaknya minta ampun, tapi di depan orang yang baik-baik saja dengannya, beliau pun akan bersikap baik.
Karena kontekstual itu tadi, Opa Tom menjadi romo favorit di semua kalangan, baik lansia, ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak, remaja dan kaum muda. Opa Tom menjadi langganan memimpin misa anak. Bahkan Opa Tom yang sampun sepuh itu juga pernah memimpin Ekaristi Kaum Muda (EKM), hal yang (saat itu) membuat saya kaget.
Opa Tom dan beberapa kaum muda dan (saya, saat itu) kaum akan muda :p

Kata kontekstual juga tidak bisa dilepaskan dari Mas Anto. Teks misa di Mas Anto dibuat oleh umat, dalam hal ini Tim Liturgi, yang berangkat juga dari isu atau keprihatinan yang dialami umat. Rupanya, hal ini tidak berlaku di semua gereja (saya juga baru tahu setelah mengikuti sharing dengan tim liturgi beberapa paroki lain).
Selain itu, Mas Anto pun memiliki beberapa “ekaristi khusus”, misalnya saja Ekaristi Kreatif Anak (EKA), Ekaristi Kaum Remaja (EKR), Ekaristi Kaum Muda (EKM), Ekaristi Eyang-eyang (EEE), Ekaristi Peneguhan Perkawinan (EPP), dan Ekaristi Kharismatik. Ekaristi-ekariti ini dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai dengan namanya, dan ini pula yang menjadi salah satu daya tarik Mas Anto.

Menurut saya, tentu Mas Anto sekarang harus banyak berterima kasih pada Opa Tom. Beliau sangat banyak memberikan sumbangan bagi Mas Anto sehingga Gereja St. Antonius Kotabaru bisa jadi seperti ini, menjadi gereja yang terbuka dan kontekstual. Semoga semangat Opa Tom juga bisa menyemangati teman-teman di Mas Anto, dan kita semua, di mana pun kita berkarya.
Saya pribadi merasa bangga dan bahagia karena pernah mengenal Opa Tom dan diijinkan menjadi bagian dari Mas Anto. Semoga ke depannya Mas Anto semakin bisa memberikan yang terbaik bagi seluruh umat, demi kemuliaan nama Allah yang lebih besar lagi. Salam AMDG!


Yogyakarta, 5 April 2014
Mengenang enam tahun meninggalnya Opa Tom

Stella Vania Puspitasari

*beberapa informasi dalam tulisan ini saya kutip dari tulisan Om Agustinus Herwanto berjudul “Begawan Teologi yang Pandai Berkhotbah”, juga dari Seminar IHS di Kolsani beberapa waktu lalu. Matur nuwun!

ps: bagi teman-teman aktivis Gereja St. Antonius Kotabaru, semangat untuk persiapan Paskah-nya, tetap jaga kesehatan :)

09 Maret 2014

eling lan waspada

saya menemukan frasa itu di stiker sebuah helm di Pingit. Kamis kemarin, waktu saya mau menaruh tas dan helm di ruang tas, saya sempat melirik gambar Semar dan tulisan itu yang tertempel di sebuah helm itu. ajaibnya, setelah kegiatan di Pingit selesai, semua volunteer lain sudah mengambil helmnya, saya ingat helm saya masih di ruangan itu, tapi ternyata yang ada hanya helm itu, bukannya helm saya. 

helm yang tertukar
setelah itu saya pun agak sedikit panik. saya teringat cerita volunteer lain yang dulu pernah kehilangan helm. maklum, badan saya lagi capek, secara emosi juga lagi lelah, maka pikiran negatif otomatis saya langsung muncul. nggak cuma itu, saya pun langsung KSBB (kelingan sing biyen-biyen alias teringat masa lalu). memori saya tentang kehilangan barang atau barang ketinggalan, entah handphone, tempat pensil, jaket, tas, dan lain-lain. seketika saya langsung berpikir betapa pelupa dan cerobohnya saya!

eling lan waspada. frasa ini seakan-akan ingin mengingatkan saya, semacam jadi #NoteToMySelf gitu. lewat pengalaman dan frasa ini, saya diingatkan kembali untuk lebih menjaga barang-barang yang saya miliki. lebih luas lagi, saya merefleksikan frasa ini terkait kehidupan saya. saya diingatkan untuk juga menjaga sikap, menjaga perkataan, menjaga perilaku, menjaga komitmen, menjaga diri, menjaga hati ... 

intinya, saya belajar untuk lebih eling (ingat) pada setiap pilihan yang saya ambil, dan waspada (berjaga-jaga, siap siaga) untuk menghadapi segala konsekuensi dari pilihan saya. 

mari kita eling lan waspada! :)


Minggu malam,
9 Maret 2014

vania


ps: meski (stiker di) helm itu bisa membuatku belajar sesuatu, tapi I can't wait to see my own helmet :p 
dan yeah, saya sudah tau helm yang tertukar ini punya siapa :))

21 Januari 2014

untung internet ngadat~

Lebih dari seminggu belakangan internet di rumah saya suka ngadat. Putus nyambung. Nggak kayak saya sama Akang yang nyambung terus #eaaa :p

Hari Jumat lalu ada teknisi datang ke rumah saya, ceritanya mau ngecek yang rusak apanya dan mau dibenerin. Tapi setelah itu justru internet rumah saya nggak bisa dipakai sama sekali. Padahal saya sering banget pakai internet, apalagi di masa liburan ini. Saya yang nggak ke mana-mana, jadi bisa "keliling dunia" lewat internet. Meng-kepo temen-temen lewat facebook atau twitter, nyanyi bareng artis via youtube, sampai update berita tentang sang ibu negara dan instagramnya.
Beberapa hari tanpa internet saya merasa agak hampa. Kebetulan kemarin ada nilai saya yang belum keluar, makin deg-degan lah saya. Dan ternyata, beberapa hari tanpa internet saya kudet banget. Ini terbukti dari waktu tadi siang saya ngobrol sama beberapa teman tentang surat untuk ibu negara dan instagramnya, saya nggak tahu. #duhdek
Tapi di sisi lain saya merasa nggak ada internet hidup juga terus berjalan. Sebagai orang Indonesia (baca: orang Jawa), saya pun bisa bilang, "Untung internetnya ngadat.."
Maklum, salah satu kebiasaan (buruk) saya, terutama waktu liburan, adalah duduk berjam-jam di depan komputer atau laptop dan berselancar di dunia maya. Padahal kan harusnya waktu itu bisa dipakai buat hal yang lain, misalnya latihan motor, belajar masak, nyelesaiin papercraft, bikin kristik, apa kek gitu~ #selfjitak

Beberapa hari ini tanpa internet saya beralih ke buku. Saya membaca ulang beberapa teenlit yang pernah saya baca jaman SMP, lalu ngakak sendiri. Saya juga membaca dua buku yang kalau nggak saya sisihkan waktu secara khusus pasti nggak akan kebaca. Saya juga kerja, yeah! Bantuin mama sih tepatnya. Dan saya juga dolan. Akhirnya.

Kemarin hari Senin, 20 Januari 2014, saya semacam reuni bersama 3D: Dita, Dista, Donat! Mereka adalah tiga dari beberapa teman terbaik saya semasa SMA. Dolan sama 3D diawali dengan kumpul di Gereja St. Antonius Kotabaru, lalu ke SMA tercinta, dan langsung ke kantin :D
Setelah puas makan dan menyalami beberapa guru, kami pun cus ke Amplaz. Nggak kerasa tau-tau udah sore aja. Dolan sama mereka itu selalu sukses bikin saya ngakak! Tetep aja nggak berubah dari SMA , dan semoga selalu begitu deh, biar awet muda karena ngakak terus :))))
bersama 3D!
Hari ini pun saya kembali dolan, kali ini dengan rombongan dan destinasi yang berbeda. Kali ini tujuannya adalah candi, bersama beberapa “ahli candi”: Frater Kokok, Frater Heri, Mbak Anne, dan juga Mbak Jeje, Mbak Lusi dan Om Lemmu.  Kami pergi ke Candi Sari, Candi Kedulan dan Candi Kalasan. Oya, Aping & Anit “ikut” dolan juga :D

di Candi Kalasan bareng Mbak Anne, Aping dan Anit :D
Jelajah candi dan dolan bersama rombongan ini merupakan sesuatu yang baru bagi saya. Dan seperti gambar yang saya temukan malam ini, saya pun menyadari bahwa “if you never try, you’ll never know” 
*kemudian nyanyi Fix You* :p

nemu di sini
Dua acara dolan ini, dan juga beberapa pengalaman sebelumnya, mungkin nggak akan saya alami, kalau internet rumah saya nggak bermasalah. Sederhana sekali. Saya terlanjur merasa nyaman karena toh dari rumah saya bisa “jalan-jalan” ke mana pun.

Syukur pada Allah, internet rumah saya sudah bisa jalan lagi hari ini. Dan nilai saya pun sudah keluar, jadi nggak harap-harap cemas lagi :D
Saya berharap sama diri saya sendiri, semoga sisa liburan ini bisa saya manfaatkan dengan lebih baik, nggak cuma ngendon di rumah dan jalan-jalan lewat dunia maya, tapi bisa melakukan sesuatu yang nyata, yang berguna bagi orang lain dan saya sendiri.


Selamat berlibur, bagi yang masih merayakannya! :D

Selasa, 21 Januari 2014

vania